Sembilan belas tahun yang lalu aku dilahirkan,
tepatnya pada tanggal 16 maret tahun 1992. Seorang bayi mungil berkulit coklat
yang sangat lucu karena terlihat tidak memiliki leher, mungkin karena terlalu
gendutnya. Begitulah aku membayangkan diri ku ketika masih bayi, karena tidak
ada foto yang tersisa dari masa kanak – kanak ku. Semua foto itu menghilang
entah kemana karena kebiasaan orang tua ku yang suka berpindah – pindah tempat
tinggal. Dan entah mengapa, hanya sedikit kenangan yang masih bisa ku ingat
tentang masa kecilku, entah karena keterbatasan ku untuk mengingat atau apa,
aku juga kurang mengerti.
Ku habiskan masa kanak – kanak ku di daerah
transmigrasi di pedalaman provinsi sumatera selatan. Walaupun hanya terhitung lima tahun aku tinggal
disana, tapi hanya disitulah ku ingat tentang masa kecilku. Bermain bersama
kakak ku, mengikutinya kemana pun ia pergi, pergi memancing ikan, bermain
bersama teman – temannya, dimana ada dia, pasti ada aku. Bukannya karena ia
berbaik hati selalu mengajak ku, tapi karena aku yang merengek – rengek untuk
selalu ikut dengannya, dan ia akan dimarahi mama kalau menolak membawa ku ikut
serta. Yah begitulah akhirnya, walaupun dengan kesal dan berat hati, ia selalu
bersama ku. Hmm, aku merindukan masa itu, masa ketika aku belum mengerti apa –
apa. Aku bebas untuk bermain dan melakukan apapun. Tanpa ada yang perlu di
khawatirkan ataupun dipikirkan. Tapi inilah hidup, terus berjalan dan tidak
akan pernah menunggu ataupun kembali ketika kau memintanya.
Pada libur kenaikan kelas, keluarga ku mendapat
kabar kalau nenek ku dari mama sedang sakit keras. Akhirnya orang tua ku
memutuskan untuk menjenguknya, kami pergi bersama – sama ke lampung, kota metro tepatnya.
Tanpa pemberitahuan sebelumnya, keluarga ku diminta tetap tinggal di metro
untuk menjaga dan mengurus nenek. Jadilah kami sekeluarga pindah, tanpa
mengucapkan selamat tinggal pada tempat tinggal ku sebelumnya. Aku pindah ke
sekolah baru di metro. Saat itu aku masih duduk di kelas lima dan kakak ku duduk di kelas enam. Dua
orang murid baru dari desa, lumayan menarik perhatian, walaupun sempat diejek
beberapa orang murid karena agak kampungan. Namun aku termasuk murid yang
memiliki otak cemerlang, hingga dalam sekejap mereka bisa menerima ku dengan
tangan terbuka sebagai teman mereka.
Lulus dari SD aku melanjutkan sekolah ku ke
SMP. Awalnya aku mendaftar di SMP favorit, namun aku kurang beruntung saat itu.
Akhirnya dengan terpaksa aku mendaftar di SMP baru yang belum memiliki gedung
sekolah, kakak kelas dan semua yang sudah dimiliki sekolah – sekolah lain pada
umumnya. Menjadi anak pertama dan pasti menyedihkan karena belum memiliki
fasilitas apa – apa. Tapi di sana
aku bertemu teman – teman yang cukup menyenangkan. Waktu itu aku termasuk dalam
anak terpopuler di sekolah. Itu karena aku juara umum di sekolah, menjabat
sekretaris osis dan termasuk dalam anggota genk anak – anak highclass. Walaupun aku
bukan anak orang berada, namun aku terlihat sombong dan angkuh karena bergabung
bersama mereka. Sebenarnya aku bersikap biasa saja, hanya cenderung tidak
banyak bicara, hingga terkesan sombong sebagai orang yang dikenal terlalu
pandai. Itulah kesan yang melekat di benak teman – teman sekolah tentang
diriku.
Karena itulah saat SMA aku tidak terlalu ingin
unjuk gigi. Aku tidak ikut kegiatan ekskul atau apapun yang membuatku di kenal
warga sekolah. Menjadi murid biasa dengan kemampuan yang biasa. Namun herannya
tetap saja banyak yang mengenalku, entah karena kemiripan dan kesamaan nama ku
dengan kakak ku yang menjadi kakak kelas ku juga, atau karena guru seni lukis
ku yang terlalu memamerkan gambar hasil kerja ku ke seluruh kelas x. Yang pasti
saat aku naik ke kelas xi ipa, sudah banyak yang mengenalku, padahal aku tidak
mengenal mereka. Lulus dari SMA, di situlah baru kehidupanku dimulai. Belajar
tentang hidup dan kehidupan.
Aku tidak pernah merencanakan apa yang akan ku
lakukan setelah aku lulus sekolah. Tidak seperti teman – teman ku yang ingin
melanjutkan kuliah. Itu karena papa ku hanya sanggup untuk menyekolahkan semua
anak – anaknya sebatas lulus SMA saja. Dan setelah itu, kami bertanggung jawab
pada diri dan masa depan kami masing – masing. Aku yang terlahir sebagai anak
bungsu yang selalu bergantung pada kakak – kakak ku dan orang tua ku belum siap
menentukan masa depanku. Kebetulan saat itu aku mendapatkan kesempatan untuk
mengikuti SNMPTN dengan gratis. Karena aku belum tau apa yang akan ku lakukan
untuk hidupku, aku memutuskan untuk ikut tes tersebut. Dengan niat coba – coba,
aku lulus tes itu. Namun disitulah ujian itu datang. Orang tua ku tidak sanggup
untuk membantu membiayai ku berkuliah. Seperti yang sudah dikatakan papa
sebelumnya. Dengan banyak pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk
melepaskan kesempatan itu. Walaupun banyak yang menyayangkan, termasuk papa. Ia
terlihat begitu menyesal karena tidak bisa mendukung ku berkuliah. Aku berusaha
berbesar hati menerimanya, walaupun berat. Selama satu tahun aku mencoba
mencari pekerjaan, namun entah mengapa kesempatan itu tidak pernah datang.
Sampai ada seorang temanku yang mengajak ku ikut bersamanya mengadu nasib di
pulau jawa, tangerang tepatnya. Ia sudah bekerja disana selama satu tahun
dengan penghasilan yang lumayan. Dengan niat menggapai keinginan ku untuk
berkuliah dengan uangku sendiri, aku meminta ijin keluargaku untuk pergi,
awalnya mereka keberatan, namun karena aku memaksa dan mereka pun tidak tega
melihatku yang terus menghabiskan waktu ku dengan hanya berdiam diri di rumah
saja, akhirnya mereka mengijinkanku pergi, tapi tetap dengan pengawalan papa
untuk awalnya. Karena walaupun bagaimana pun, mereka belum bisa percaya si
bungsu ini bisa pergi jauh dan mengurus dirinya sendiri.
Pertama melihat kehidupan di luar sana , hatiku terasa
miris. Sebegitu beratnya perjuangan hidup, hingga orang – orang rela berpisah
dari keluarganya, hidup dengan kondisi seadanya di negeri perantauan hanya
untuk mencapai sebuah ‘kesuksesan’. Yang entah mereka mengerti atau tidak
maknanya. Yang jelas bagi mereka sukses itu berarti memiliki uang yang banyak.
Hmmh, padahal apalah artinya kehidupan ini kalau melulu soal uang dan soal
mengejar dunia semata. Karena setelah mendapatkannya akan terasa kosong dan
tidak berguna saja, seolah semuanya menjadi sia – sia dan semu. Tapi disanalah
aku banyak belajar. Dari pengalaman hidup di sanalah akhirnya aku memutuskan
untuk mencari makna kehidupan dan arti hidup ku. Mencoba kembali kepada hakikat
ku diciptakan ke dunia ini. Mencari tuhanku dan berusaha untuk kembali pada
Nya.
No comments:
Post a Comment
Thanx 4 d'comment ... ^_^